OLAH RAGA DAN PENYAKIT JANTUNG KORONER

“BOLEHKAN PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER BEROLAH RAGA?”

Perkembangan jaman di era globalisasi rupanya turut pula membawa perubahan pada gaya hidup seseorang. Dari literatur di negara-negara maju pada khususnya, terdapat perubahan yang signifikan dari gaya hidup yang aktif menuju ke gaya hidup yang pasif, atau lebih dikenal dengan sebutan sedentary life style. Sayangnya, perubahan gaya hidup ini juga diikuti dengan peningkatan angka kejadian penyakit-penyakit degeneratif, terutama penyakit jantung koroner (penyakit jantung yang disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah jantung). Oleh karena itu, seyogyanya masyarakat mulai menyadari dampak dari perubahan gaya hidup ini untuk kesehatan mereka, khususnya di Indonesia yang sudah mulai terbawa arus perubahan gaya hidup tersebut.

Latihan fisik atau olah raga tampaknya merupakan salah satu solusi yang terpenting dalam pencegahan tersebut, namun seringkali orang yang sudah memiliki penyakit jantung koroner bertanya-tanya mengenai bahaya olah raga pada diri mereka, oleh karena itu kami akan mencoba untuk memberikan informasi terkait masalah tersebut.


OLAHRAGA PENYAKIT JANTUNG


Pentingnya Berolah Raga

Banyak manfaat kesehatan yang dapat diperoleh seseorang dengan berolah raga. Pada orang-orang yang melakukan olah raga secara rutin, beberapa faktor risiko dari penyakit jantung koroner, seperti tekanan darah tinggi atau hipertensi, penyakit gula atau diabetes mellitus, berat badan berlebih atau obesitas, dan lemak darah yang berlebih atau dislipidemia akan mengalami perbaikan dan demikian menurunkan risiko penyakit jantung koroner.


Penurunan Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner dengan Olah Raga

Olah raga tercatat dapat menurunkan angka kejadian hipertensi sebagai faktor risiko utama penyakit jantung koroner. Dari penelitian diketahui bahwa tekanan darah, khususnya tekanan diastolik (tekanan bawah, misalnya tekanan darah 160/100 mmHg, maka tekanan diastolik adalah 100 mmHg) dan pembesaran jantung yang umum terlihat pada penderita tekanan darah tinggi yang kronis, mengalami perbaikan yang nyata setelah seseorang melakukan olah raga teratur selama sekurangnya 16 minggu. Demikian pula olah raga dapat memperbaiki kondisi penderita penyakit gula dengan membantu meningkatkan sensitivitas hormon insulin yang berperan dalam metabolisme gula dalam jaringan, sehingga kadar gula di dalam darah dapat dikendalikan ke dalam batas normal.
Olah raga juga mampu membantu seseorang untuk memperbaiki berat badan yang berlebih dan sekaligus pula memperbaiki kadar lemak dalam darah dengan berperan dalam penurunan kadar kolesterol jahat dalam tubuh atau dikenal dengan LDL dan meningkatkan kadar kolesterol baik atau dikenal dengan HDL. Di samping itu, olah raga juga berperan dalam menurunkan kadar beberapa faktor pembekuan darah dan peradangan serta turut pula memperbaiki fungsi endotel (pelapis dinding pembuluh darah) yang berperan dalam pencegahan penyakit jantung koroner.
Terdapat pula suatu fenomena dimana seseorang yang berolah raga menunjukkan detak jantung yang lebih pelan dibandingkan dengan orang yang tidak pernah atau jarang berolah raga. Fenomena ini disebabkan dari pengaturan sistem saraf autonom yang terdiri dari saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Saraf simpatis menyebabkan jantung berdetak lebih cepat dan pembuluh darah mengecil (kadar oksigen berkurang), sedangkan saraf parasimpatis menyebabkan penurunan detak jantung dan pelebaran pembuluh darah (kadar oksigen lebih besar). Pada orang yang berolah raga secara teratur, sejalan dengan berjalannya waktu, saraf parasimpatis menjadi lebih dominan dibandingkan dengan saraf simpatis. Hal ini membawa keuntungan pada organ jantung yang berdampak pada penurunan risiko kekurangan oksigen pada otot jantung.


Jenis Olah Raga

Pada umumnya olah raga dapat dibedakan menjadi latihan ketahanan, seperti jalan, lari, atau bersepeda, dan latihan beban, seperti angkat berat. Keduanya diketahui memiliki dampak yang positif pada kesehatan jantung, namun latihan ketahanan lebih dianjurkan karena memiliki kemampuan pula untuk meningkatkan ketahanan fisik (endurance) seseorang. Fakta ini berhubungan pula dengan pembagian lain dari jenis olah raga yang diajukan para ahli jantung di Amerika Serikat. Mereka membagi olah raga tersebut menjadi 3 bagian berdasarkan intensitas dan durasi seseorang berolah raga, yaitu olah raga ringan, sedang atau moderat, dan berat.
Tabel 1. Tabel jenis olah raga berdasarkan intensitas
INTENSITAS OLAH RAGA
PENGELUARAN KALORI
Ringan
500 – 1000
Sedang
1000 – 2000
Berat
2000 – 2500
Diunduh dan disederhanakan dari buku Cardiovascular Medicine (Lippincott Williams and Wilkins)
Secara sederhana ketiga jenis olah raga tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, pada olah raga ringan, seseorang hanya berolah raga pada saat waktu senggang setiap minggu. Perkiraan jumlah kalori yang dikeluarkan pada jenis ini hanya berkisar 500 kalori per minggu. Pada olah raga sedang atau moderat, olah raga setidaknya dilakukan lebih dari 3 hari dalam seminggu dengan lama olah raga perhari rata-rata 30 menit, atau bila dihitung berdasarkan kalori berkisar 1000-2000 kalori per minggu. Sedangkan olah raga berat digambarkan dengan olah raga yang lebih lama dan lebih berat dari olah raga sedang dengan energi yang dikeluarkan mencapai 2000-2500 kalori per minggu.
Tentu saja peningkatan durasi dan intensitas olah raga sejalan pula dengan manfaat kesehatan jantung yang dicapai. Namun tidak berarti pula semua orang harus melakukan jenis olah raga berat. Dari penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, tercatat pula bahwa olah raga ringan sudah mampu menunjukkan hasil yang nyata dalam menurunkan angka kejadian penyakit jantung koroner.


Rekomendasi Aturan Berolah Raga

Beberapa lembaga internasional menyarankan setiap orang dewasa untuk berolah raga selama 30 menit dengan durasi dan intensitas olah raga moderat sehingga mencapai pengeluaran energi lebih dari 1000 kalori per minggu. Penghitungan kalori pada saat berolah raga saat ini lebih mudah untuk diukur mengingat telah tersedianya berbagai perangkat teknologi yang mampu mengukur jumlah kalori yang dikeluarkan saat berolah raga, seperti halnya yang terdapat pada mesin treadmill ataupun sensor getar pengukur kalori tubuh yang dikalungkan pada saat berolah raga. Sebagai panduan praktis, tabel di bawah ini juga dapat menjadi acuan untuk penghitungan jumlah kalori.
Tabel 2. Pengeluaran kalori saat berolah raga
No.
Jenis Olah Raga
Kalori/Jam
1
Golf (dengan troli)
180
2
Jalan 5 km/jam
280
3
Dansa
260
4
Tenis
350
5
Senam Aerobik
450
6
Bersepeda
450
7
Jogging 8,5 km/jam
500
8
Berenang (aktif)
500
9
Skipping (dengan tali)
700
10
Lari
700
Diunduh dari : www.annecollins.com/weight_loss_tips/exercise.htm
Berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan beberapa lembaga tersebut, dinyatakan pula bahwa olah raga tidak harus dilakukan pada satu waktu yang lama (rekomendasi 30 menit), namun untuk mendapatkan jumlah kalori yang sama olah raga dapat pula dilakukan dengan frekuensi beberapa kali dalam sehari dengan interval waktu yang lebih pendek. Yang terpenting adalah orang tersebut dapat mencapai waktu 30 menit (kumulatif) setiap harinya.
Namun perlu diketahui bahwa penghentian olah raga untuk jangka waktu 3 minggu dapat mengurangi manfaat dari olah raga rutin yang telah dilaksanakan sebelumnya. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh penurunan volume dan daya pompa jantung sebagai akibat dari hilangnya efek pengisian jantung yang lebih besar pada saat olah raga. Sedikitnya darah yang masuk menyebabkan darah yang dipompa oleh jantung berkurang. Dengan demikian perlu menjadi perhatian bahwa olah raga harus dilakukan secara rutin dan tidak putus selagi kondisi tubuh masih memungkinkan untuk berolah raga.


Risiko Berolah Raga Pada Penderita Penyakit jantung koroner

Perlu diketahui bahwa risiko kematian penderita penyakit jantung koroner waktu berolah raga sangatlah rendah. Di Amerika serikat, tercatat angka kematian pada saat berolah raga sebesar 1 berbanding 565.000 orang yang berolah raga setiap jamnya. Namun hal ini bergantung pada kondisi kesehatan jantung masing-masing penderita.
Beberapa penelitian menungkapkan bahwa kelompok orang dengan sedentary life style memiliki kemungkinan henti jantung atau cardiac arrest 56 kali lebih besar pada saat berolah raga dibandingkan dengan waktu orang tersebut tidak melakukan olah raga, namun risiko ini jauh berkurang apabila orang tersebut sebelumnya aktif berolah raga, dimana hanya terdapat peningkatan risiko sebanyak 5 kali. Tentu saja hal ini tidak boleh menjadi alasan bagi para penderita jantung untuk tidak berolah raga, karena secara keseluruhan (pada saat tidak aktif ataupun aktif), terdapat penurunan kemungkinan henti jantung pada kelompok yang aktif berolah raga sebesar 40% dibandingkan dengan kelompok orang yang tidak aktif berolah raga. Hal yang sama juga berlaku untuk risiko timbulnya kematian otot jantung (infark miokardium) yang ditandai dengan serangan jantung yang lebih rendah pada kelompok penderita jantung yang melakukan olah raga secara rutin. Risiko serangan jantung pada saat berolah raga dapat pula dihindari dengan memeriksakan diri anda ke dokter apabila memiliki faktor risiko penyakit jantung koroner sebelum memulai berolah raga rutin. Di beberapa pusat kesehatan di dunia, disarankan semua laki-laki yang berusia lebih dari 45 tahun dan wanita yang berusia lebih dari 55 tahun menjalankan skrining penyakit jantung koroner sebelum memulai olah raga, utamanya dengan intensitas moderat dan berat.


Ketentuan Berolah Raga pada Penderita Penyakit Jantung Koroner

Sebelum menyusun jadwal berolah raga bagi penderita penyakit jantung koroner, seorang dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dapat mengadakan beberapa pemeriksaan awal, diantaranya elektrokardiografi yang diikuti dengan tes treadmill untuk mengetahui adanya kemungkinan dan keparahan dari penyakit jantung koroner yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan ini turut pula berperan dalam menentukan intensitas latihan yang sesuai dan batas toleransi berolah raga dari masing-masing pasien. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah ekokardiografi atau dikenal dengan USG jantung yang mampu menilai fungsi jantung pasien, termasuk di dalamnya kemampuan pompa jantung. Pada kondisi jantung dengan daya pompa yang kurang baik, olah raga dapat memicu timbulnya gagal jantung yang memiliki dampak negatif pada pasien. Oleh karena itu, pada kasus-kasus tertentu pemeriksaan pendahuluan tersebut sangat penting bagi dokter untuk menentukan jadwal, intensitas, dan jenis olah raga yang cocok bagi para pasien.
Meskipun belum ada panduan resmi mengenai aturan berolah raga pada penderita penyakit jantung koroner, sebagian besar ahli menyarankan para penderita penyakit jantung koroner untuk tetap berolah raga, tentu bergantung pada berat dan ringannya penyakit jantung koroner yang dialami. Para ahli di Amerika Serikat merekomendasikan olah raga ketahanan atau endurance training ringan sampai moderat bagi para penderita penyakit jantung koroner pada umumnya. Setiap minggunya disarankan para penderita penyakit jantung koroner untuk melakukan olah raga dengan pengeluaran energi setidaknya 500 – 1000 kalori per minggu.
Sebagai contoh, seorang penderita penyakit jantung koroner dengan riwayat serangan jantung ringan ingin memulai berolah raga. Setelah berkonsultasi, dokter memutuskan bahwa pasien boleh berolah raga dengan intensitas ringan (500 kalori seminggu). Untuk mencapai target kalori yang diinginkan pasien memilih olah raga jalan pagi. Sesuai dengan tabel 2 mengenai pengeluaran kalori kita dapat melihat bahwa jalan pagi dengan kecepatan 5 km/jam mampu mengeluarkan kalori sebanyak 280 kalori. Dengan demikian, pasien harus berjalan sedikitnya 9 km dalam waktu seminggu. Apabila pasien memilih untuk berolah raga 6 kali dalam seminggu, ia harus berjalan sekitar 1,5 km setiap harinya dan apabila ia hanya memiliki waktu 3 kali dalam seminggu, ia harus berjalan setidaknya 3 km setiap hari. Apabila 3 km terlalu jauh untuk pasien dalam sekali perjalanan, maka ia dapat membagi jarak tersebut di waktu pagi dan sore hari. Tentunya penyusunan jadwal, intensitas, dan waktu di atas harus didiskusikan dengan dokter yang merawat disesuaikan dengan jadwal kerja pasien. Pada intinya, perlu diketahui bahwa olah raga sangat berguna untuk kesehatan jantung pasien dan sangat aman apabila dilakukan secara benar dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit jantung koroner dan pembuluh darah.


Kesimpulan

Olah raga merupakan salah satu solusi terpenting untuk pencegahan penyakit degeneratif khususnya penyakit jantung koroner, namun olah raga juga memiliki risiko untuk memicu timbulnya serangan jantung bagi para penderita penyakit jantung koroner, terutama untuk penderita yang sebelumnya menjalani hidup yang pasif atau sedentary life style. Oleh karena itu, konsultasi dengan dokter harus dilakukan sebelum menyusun jadwal berolah raga.
Namun, perlu pula diperhitungkan risiko dan manfaat yang didapat oleh penderita dengan berolah raga, meskipun dari penellitian yang telah dilakukan di Universitas Harvard, tampak bahwa olah raga memilki lebih banyak manfaat daripada kerugian asal dilakukan secara tepat bekerja sama dengan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah. Oleh karena itu tidak ada istilah terlambat untuk memulai mengubah gaya hidup bagi para penderita penyakit jantung koroner dengan berolah raga, meskipun tentunya harus dengan pengawasan yang lebih ketat dan konsultasi dokter secara rutin.
Tetapi langkah yang terbaik bagi para pembaca adalah untuk memulai berolah raga sebelum penyakit jantung koroner mendahului kita. Di samping itu, cara hidup pasif atau sedentary life style harus dihindari, ditambah dengan diet dan nutrisi yang seimbang, dan konsultasi kesehatan rutin untuk mendapatkan kesehatan yang maksimal sampai usia senja.


EmoticonEmoticon