BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Bayi
baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa
neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar
bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari
tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah
umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan
intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2009).
Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas
fungsi tubuh. Derajat vitalitas
adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks
untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi
darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari puting susu.
Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan
menurun dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin
dapat pulih kembali dengan spontan dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi
tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.
B.
TUJUAN
PENULISAN
1.
Tujuan Umum
Adapun tujuan dari peulisan yang ingin kami capai
secara umum saat menyusun makalah ini adalah agar mahasiswa mampu membuat asuhan
keperawatan pada klien dengan masalah asfiksia neonatorum.
2.
Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu membuat pengkajian pada
klien dengan masalah asfiksia neonatorum.
b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa
keperawatan pada klien dengan masalah asfiksia neonatorum.
c. Mahasiswa mampu mengimplementasi pada
klien dengan masalah asfiksia neonatorum.
d. Mahasiswa mampu mengevaluasi pada klien
dengan masalah asfiksia neonatorum.
C.
MANFAAT PENULISAN
Dengan adanya makalah
yang membahas mengenai materi asfiksia diharapkan kepada mahasiswa agar dapat
mengetahui penyebab asfiksia dan pencegahannya agar terhindar dari asfiksia
baik untuk dirinya sendiri maupun keluarga. Begitupula dengan instisusi, diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi referensi untuk
mendapat pengetahuan tentang bahayanya penyakit asfeksia yang dapat menyebabkan
kematian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP
ASFIKSIA
1. Pengertian
Asfiksia
neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera atau
beberapa saat setelah lahir. Secara klinik ditandai dengan sianosis,
bradikardi, hipotonia, dan tidak ada respon terhadap rangsangan, yang secara
objektif dapat dinilai dengan skor APGAR. Keadaan ini disertai hipoksia,
hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis. Konsekuensi fisiologis yang terutama
terjadi pada bayi dengan asfiksia adalah depresi susunan saraf pusat dengan
kriteria menurut WHO tahun 2008 didapatkan adanya gangguan neurologis berupa Hypoxic Ischaemic Enchepalopaty (HIE),
akan tetapi kelainan ini tidak dapat diketahui dengan segera. (Kosim, 1998;
Hasan, 1985; dan Depkes RI, 2005)
Asfiksia
dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan. Asfiksia dalam kehamilan dapat
disebabkan oleh penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat bius, uremia,
toksemia gravidarum, anemia berat, cacat bawaan, atau trauma. Sementara itu,
asfiksia dalam persalinan disebabkan oleh partus yang lama, ruptura uteri,
tekanan terlalu kuat kepala anak pada plasenta, prolapsus, pemberian obat bius
yang terlalu banyak dan pada saat yang tidak tepat, plasenta previa, solusia
plasenta, serta plasenta tua (serotinus) (Nurarif, 2013).
2. Etiologi
Asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor
(Nurarif, 2013).
a. Faktor Ibu
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan
aliran darah ibu melalui plasenta berkurang. Akibatnya, aliran oksigen ke janin
juga berkurang dan dapat menyebabkan gawat janin dan akhirnya terjadilah
asfiksia. Berikut merupakan keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia
pada bayi baru lahir (Depkes RI, 2005 dan Nurarif, 2013):
1) Preeklamsia dan eklamsia
2) Demam selama persalinan
3) Kehamilan postmatur
4) Hipoksia ibu
5) Gangguan aliran darah fetus, meliputi :
a) gangguan kontraksi uterus pada hipertoni,
hipotoni, tetani uteri
b) hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
c) hipertensi pada penyakit toksemia
6) Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati,
dan ketuban pecah dini
b. Faktor Plasenta
Keadaan berikut ini berakibat pada penurunan
aliran darah dan oksigen melalui tali pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin
mengalami asfiksia (Depkes RI, 2005 dan Nurarif, 2013):
1) Abruptio plasenta
2) Solutio plasenta
3) Plasenta previa
c. Faktor Fetus
Pada keadaan berikut bayi mungkin mengalami
asfiksia walaupun tanpa didahului tanda gawat janin (Depkes RI, 2005 dan
Nurarif, 2013):
1) Air ketuban bercampur dengan mekonium
2) Lilitan tali pusat
3) Tali pusat pendek atau layu
4) Prolapsus tali pusat
d. Faktor Persalinan
Keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu
(Nurarif, 2013):
1) Persalinan kala II lama
2) Pemberian analgetik dan anastesi pada operasi
caesar yang berlebihan sehingga menyebabkan depresi pernapasan pada bayi
e. Faktor Neonatus
Berikut merupakan kondisi bayi yang mungkin
mengalami asfiksia (Nurarif, 2013):
1) Bayi preterm (belum genap 37 minggu
kehamilan) dan bayi posterm
2) Persalinan sulit (letak sungsang, bayi
kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, forsep)
3) Kelainan konginetal seperti hernia
diafragmatika, atresia/stenosis saluran pernapasan, hipoplasi paru, dll.
4) Trauma lahir sehingga mengakibatkan
perdarahan intracranial
3. Klasifikasi
dan Manifestasi Klinis Asfiksia
Asfiksia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
asfiksia pallida dan asfiksia livida dengan masing-masing manifestasi klinis
sebagai berikut (Nurarif, 2013):
Tabel 1. Karakteristik Asfiksia Pallida dan
Asfiksia Livida
Perbedaan
|
Asfiksia Pallida
|
Asfiksia Livida
|
Warna Kulit
|
Pucat
|
Kebiru-biruan
|
Tonus Otot
|
Sudah kurang
|
Masih baik
|
Reaksi Rangsangan
|
Negatif
|
Positif
|
Bunyi Jantung
|
Tidak teratur
|
Masih teratur
|
Prognosis
|
Jelek
|
Lebih
baik
|
Klasifikasi
asfiksia dapat ditentukan berdasarkan nilai APGAR (Nurarif, 2013).
Tabel 2. APGAR score
Tanda
|
Nilai
|
||
0
|
1
|
2
|
|
A
: Appearance (color/warna kulit)
|
Biru/pucat
|
Tubuh kemerahan,
ekstremitas biru
|
Tubuh dan ekstremitas
kemerahan
|
P
: Pulse (heart rate/denyut nadi)
|
Tidak ada
|
< 100x per menit
|
>1100x per menit
|
G
: Grimance (reflek)
|
Tidak ada
|
Gerakan sedikit
|
Menangis
|
A
: Activity (tonus otot)
|
Lumpuh
|
Fleksi lemah
|
Aktif
|
R
: Respiration (usaha bernapas)
|
Tidak ada
|
Lemah, merintih
|
Tangisan kuat
|
Bayi
akan dikatakan mengalami asfiksia berat jika APGAR score berada pada rentang 0-3, asfiksia sedang dengan nilai APGAR
4-6, dan bayi normal atau dengan sedikit asfiksia jika APGAR score berada pada rentang 7-10 (Nurarif,
2013).
4. Faktor
Risiko
Faktor risiko yang dapat menyebabkan asfiksia
perinatal yaitu faktor maternal, plasenta-tali pusat, dan fetus atau neonatus (Volpe,
2001; Aurora, 2004; dan Levene, 2005) :
a. Kelainan maternal, dapat meliputi hipertensi,
peyakit vaskular, diabetes, drug abuse,
penyakit jantung, paru, gangguan susunan saraf pusat, hipotensi, ruptura uteri,
tetani uteri, panggul sempit.
b. Kelainan plasenta dan tali pusat, meliputi
infark dan fibrosis plasenta, prolaps atau kompresi tali pusat, kelainan
pembuluh darah umbilikus.
c. Kelainan fetus atau neonatus meliputi anemia,
hidrops, infeksi, pertumbuhan janin terhambat, serotinus.
Selain itu, kurangnya kesadaran calon ibu
untuk melakukan ANC, status nutrisi yang rendah, perdarahan saat melahirkan,
dan infeksi saat kehamilan juga merupakan faktor resiko terjadinya asfiksia.
Ditambah lagi dengan letak bayi sungsang dan kelahiran dengan berat bayi kurang
dari 2500 gram, maka akan memperburuk keadaan dan meningkatkan resiko asfiksia
(Majeed, 2007 dan Pitsawong, 2011). Namun sayangnya, berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Ogunlesi dkk (2013) dinyatakan bahwa dari 354 orang
responden yang diteliti, hampir seluruhnya tidak mengetahui faktor resiko terjadinya
asfiksia (Ongunlesi, 2013).
6. Pemeriksaan
Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
diantaranya yaitu (William, 2004) :
a. Analisa Gas Darah (AGD) : pH kurang dari 7,20
b. Penialaian APGAR score, meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha napas, tonus
otot, dan reflek
c. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul
komplikasi
d. Pengkajian spesifik
7. Penatalaksanaan
Asfiksia
merupakan kejadian kegawatan pada janin sehingga memerlukan tindakan yang
cepat. Adapun prosedur pertolongan bayi dengan asfiksia adalah sebagai berikut
(Depkes RI, 2005):
PENILAIAN :
Bayi tidak
menangis, tidak bernapas atau megap-megap
|
Konseling
dukungan emosional dan pencatatan bayi meninggal
|
Lanjutkan ventilasi,
hentikan tiap 30 detik
--------------------------------------------------------------------------
Penilaian
apakan bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur
|
Ya
|
Tidak
|
Setelah
ventilasi selama 2 menit tidak berhasil, siapkan rujukan
|
Bila bayi
tidak bisa dirujuk dan tidak bisa bernapas, hentikan ventilasi setelah 20
menit
|
ASUHAN PASCA RESUSITASI
:
1. Jaga
bayi agar tetap hangat
2. Lakukan
pemantauan
3. Konseling
4. Pencatatan
|
Ya
|
Tidak
|
VENTILASI :
1.
Pasang sungkup, perhatikan lekatan
2.
Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm
air, amati gerakan dada bayi
3.
Bila dada bayi mengembang, lakukan
ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air dalam 30 detik
------------------------------------------------------------------------------------------
4.
Penilaian apakan bayi menangis atau
bernapas spontan dan teratur
|
Ya
|
Tidak
|
LANGKAH AWAL
(dilakukan dalam 30 detik) :
1).
Jaga bayi tetap hangat, 2). Atur posisi bayi : leher agak ekstensi, 3).
Isap lendir, 4). Keringkan dan rangsang taktil, 5). Reposisi
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Penilaian
apakan bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur
|
Pada pertolongan
persalinan, setiap petugas perlu mengetahui apakah bayi mempunyai resiko
mengalami asfiksia. Pada keadaan tersebut, bicarakan dengan ibu dan keluarganya
kemungkinan diperlukannya tindakan resusitasi. Akan tetapi, pada keadaan tanpa
faktor resiko pun beberapa bayi dapat mengalami asfiksia. Oleh karena itu,
petugas harus siap melakukan resusitasi bayi setiap melakukan pertolongan
persalinan (Depkes RI, 2005).
Tahap
persiapan meliputi (Depkes RI, 2005):
a. Persiapan keluarga
Bicarakan dengan keluarga mengenai
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada ibu dan bayi sebelum menolong
persalinan.
b. Persiapan tempat
Tempat untuk resusitasi harus hangat, terang,
rata, keras, bersih, kering, sebaiknya dekat pemancar panas, dan tidak
berangin.
c. Persiapan alat resusitasi
Alat yang digunakan meliputi :
1) Kain ke 1 : untuk mengeringkan bayi
2) Kain ke 2 : untuk membungkus bayi
3) Kain ke 3 : untuk mengganjal bahu bayi
4) Alat pengisap lendir DeLee
5) Tabung dan sungkup
6) Kotak alat resusitasi
7) Handscun
8) Stopwatch atau jam tangan
d. Persiapan diri
Penolong harus mencuci tangan dan menggunakan
APD sebelum menolong persalinan.
Keputusan
melakukan resusitasi dinilai dari kondisi bayi tidak bernapas atau bernapas
megap-megap. Selain itu, resusitasi juga dilakukan jika air ketuban bercampur
dengan mekonium. Dalam manajemen asfiksia, proses penilaian sebagai dasar
pengambilan keputusan bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan hanya satu
kali. Pada setiap tahapan manajemen asfiksia senantiasa dilakukan penilaian
untuk membuat keputusan, tindakan apa yang tepat untuk dilakukan (Depkes RI,
2005).
Setelah
dilakukan resusitasi, maka bayi baru lahir dengan asfiksia diberikan asuhan
pasca resusitasi. Asuhan pasca resusitasi merupakan perawatan intensif selama 2
jam pertama. Asuhan yang diberikan sesuai dengan hasil resusitasi,
meliputi (Depkes RI, 2005 dan Agarwal,
2008):
a. Bila resusitasi berhasil
Hal
yang pertama kali dilakukan setelah resusitasi berhasil yaitu memindahkan bayi
ke ruangan bayi dan menjaga bayi agar tetap hangat. Kemudian lakukan monitoring
tanda-tanda vital secara berkala. Lakukan juga pemeriksaan analisa gas darah,
kadar gula darah, hematokrit, dan kadar kalsium.
Sementara
itu, berikan konseling kepada ibu terkait pemberian ASI, menjaga kehangatan
bayi dengan teknik Kangoroo Mother Care,
dan jelaskan kepada ibu bagaimana tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir.
Selain itu, selalu monitor warna kulit, suhu, dan respirasi rate minimal pada dua jam pertama, serta
lakukan pencatatan atau dokumentasi.
b. Bila perlu rujukan
Bayi perlu rujukan jika :
1) RR < 30x per menit, atau > 60x per
menit
2) Adanya tarikan dinding dada
3) Bayi merintih (ada bunyi napas saat
ekspirasi) atau megap-megap (ada bunyi napas saat inspirasi)
4) Tubuh bayi pucat atau kebiruan
5) Bayi lemas
Siapkan surat rujukan dan
lakukan pencatatan atau dokumentasi setiap kali selesai melakukan tindakan.
c. Bila resusitasi tidak berhasil
1) Lakukan konseling berupa pemberian dukungan
moral kepada keluarga yang kehilangan. Ibu akan merasa sedih, bahkan menangis.
Perubahan hormon setelah kehamilan mungkin menyebabkan perasaan ibu sangat
sensitif. Jelaskan kepada ibu dan keluarga bahwa ibu memerlukan istirahat,
dukungan moral, dan makanan bergizi.
2) Berikan asuhan tindak lanjut berupa kunjungan
nifas.
3) Lakukan pencatatan atau dokumentasi
Ada beberapa hal yang tidak dianjurkan
dilakukan terhadap bayi dengan asfiksia. Berikut adalah tindakan-tindakan yang
sebaiknya dihindari saat melakukan pertolongan kepada bayi dengan asfiksia
beserta akibat yang ditimbulkannya (Depkes RI, 2001) :
Tabel 3. Tindakan yang Tidak Dianjurkan dan
Akibat yang Mungkin Ditimbulkannya
Tindakan
|
Akibat
|
Menepuk bokong
|
Trauma dan melukai
|
Menekan rongga
dada
|
Fraktur,
pneumototaks, gawat napas, kematian
|
Menekankan paha
ke perut bayi
|
Ruptura hepar atau lien, perdarahan
|
Mendilatasi
sfingter ani
|
Robek
atau luka pada sfingter
|
Kompres dingin
atau panas
|
Hipotermi, luka bakar
|
Meniupkan oksigen
atau udara dingin ke muka atau tubuh bayi
|
Hipotermi
|
Berdasarkan
penelitian oleh Berglund dkk (2008) dinyatakan bahwa kepatuhan terhadap protap
penatalaksanaan atau manajemen asfiksia bayi baru lahir masih rendah dan harus
ditingkatkan, terutama menyangkut tindakan ventilasi. Pendokumentasian juga
harus diperbaiki agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (Berglund,
2008).
Penatalaksanaan
dari sisi medikamentosa dapat dilakukan dengan (Depkes RI, 2005 dan IAI, 2012):
a. Cairan penambah volume darah
Cairan diberikan jika bayi terlihat pucat,
kehilangan darah, dan atau tidak memberikan respon yang memuaskan terhadap
resusitasi. Cairan yang dipakai dapat berupa garam fisiologis (dianjurkan),
ringer laktat, dan dapat juga berupa darah O-negatif dengan dosis 10
ml/kgBB/5-10 menit melalui jalur vena umbilikalis.
b. Epinefrin
Epinefrin diberikan setelah VTP (ventilasi
tekanan positif) 30 detik dan VTP+kompresi dada selama 30 detik tidak
memberikan hasil positif sehingga frekuensi jantung tetap > 60 kali per
menit. Dosis yang diberikan sebanyak 0,1 s.d. 0,3 ml/kgBB melalui rute IV
dengan pengenceran 1 : 10.000 dan diberikan secepat mungkin.
c. Natrium bikarbonat
Hanya diberikan jika dicurigai terjadinya
asidosis metabolik atau terbukti sudah terjadi asidosis metabolik. Dosis
pemberian yaitu sebanyak 2 mEq/kgBB (larutan 4,2%) melalui jalur vena umbilikus
dengan kecepatan < 1 mEq/kgBB/menit. Natrium bikarbonat tidak boleh
diberikan jika ventilasi masih belum adekuat.
Penelitian
yang dilakukan oleh Gregorio dkk (2011) menyatakan bahwa ternyata kafein dapat
digunakan untuk penanganan apneu pada bayi baru lahir prematur sehubungan
dengan belum matangnya sistem saraf pada bayi tersebut. Dinyatakan bahwa kafein
memiliki toksisitas yang rendah dan waktu paruh yang panjang. Beberapa
penelitian juga melaporkan beberapa kemungkinan menarik dari efek yang
dihasilkan oleh kafein, seperti efek perlindungan kafein terhadap otak dan
paru-paru (Gregorio, 2011).
Penelitian
lain yang dilakukan oleh Gathwala dkk (2010) menyatakan bahwa pemberian
magnesium dalam dosis tertentu kepada bayi dengan asfiksia berat dapat
memberikan perlindungan terhadap sistem saraf bayi. Ion magnesium mempunyai
reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) yang dapat melindungi otak dari kerusakan lebih
lanjut akibat asfiksia (Gathwala, 2010).
8. Komplikasi
Komplikasi dapat mengenai beberapa organ pada
bayi, diantaranya adalah sebagai berikut (Karlsson, 2008) :
a. Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema
serebri, palsi serebralis
b. Jantung dan paru : hipertensi pulmonal
persiste pada neonatus, perdarahan paru, edema paru
c. Gastrointestinal : enterokolitis nekotikos
d. Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH, anuria
atau oliguria (< 1 ml/kg/jam) untuk 24 jam atau lebih dan kreatinin serum
> 100 mmol/L
e. Hematologi : DIC
f. Hepar : aspartate amino transferase > 100
U/L, atau alanine amino transferase > 100 U/L sejak minggu pertama kelahiran
Komplikasi
yang khas pada asfiksia neonatorum yaitu Enselopati Neonatal atau Hipoksik
Iskemik Enselopati yang merupakan sindroma klinis berupa gangguan fungsi
neurologis pada hari-hari awal kehidupan bayi aterm (Moster, 2002). Penelitian
yang dilakukan oleh Azzopardi dkk (2009) serta penelitian oleh Wintermark dkk
(2011) menyatakan bahwa meskipun induksi hipotermia sedang selama 72 jam pada
bayi dengan asfiksia neonatorum tidak secara signifikan mengurangi tingkat
kematian maupun cacat berat, tetapi menghasilkan pengaruh baik terhadap sistem
saraf pada bayi yang selamat (Azzopardi, 2009 dan Wintermark, 2011).
B. ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Hal-hal yang dikaji pada bayi baru lahir
dengan asfiksia setelah tindakan resusitasi meliputi (Carpenito, 2007 dan Mansjoer,
2000) :
a. Sirkulasi
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110-180
kali per menit. Tekanan darah 60-80 mmHg sistolik dan 40-45 mmHg diastolik
1) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan
titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediasternum pada ruang
intercostae III/IV
2) Mur-mur biasanya terjadi pada selama beberapa
jam pertama kehidupan
3) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2
arteri dan 1 vena
b. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir
c. Makanan atau cairan (status nutrisi)
1) Berat badan : 2500-4000 gram
2) Panjang badan : 44-45 cm
3) Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai
dengan gestasi
d. Neurosensori
1) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua
ekstremitas
2) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks
menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama
reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma)
3) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada
menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemia, atau efek
nekrotik)
e. Pernapasan
1) APGAR score
optimal : antara 7 s.d. 10
2) Rentang RR normal dari 30-60 kali per menit,
pola periodik dapat terlihat
3) Bunyi napas bilateral, kadang-kadang krekels
umum awalnya silidrik thorax : kertilago xifoid menonjol umum terjadi
f. Keamanan
Suhu normal pada 36,5 s.d. 37,5 0C.
Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi
g. Kulit
Kulit lembut, fleksibel, pengelupasan kulit
pada tangan atau kakai dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin
belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herliquin, petekie pada kepala atau wajah (dapat menunjukkan
peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak
portuine, telengiektasis ( kelopak mata, antara alis dan mata, atau pada
nukhal), atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat
terlihat.Abrasi kulit kepala mungkin ada (penampakan elektroda internal)
2. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
antara lain yaitu:
a. Ketidakefektifan pola pernapasan yang
berhubungan dengan imaturitas organ pernapasan (00032)
b. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan
dengan imaturitas kontrol suhu dan berkurangnya lemak tubuh subkutan (00008)
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan imaturitas organ pencernaan, refleks
lemah (00002)
3. Intervensi
Keperawatan
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
dan NOC
|
Kode NIC
|
NIC
|
1.
|
Ketidakefektifan
pola pernafasan berhubungan dengan immaturitas organ pernapasan (00032)
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan klien dapat
menunjukkan pola nafas yang efektif,dengan kriteria hasil :
NOC
1. Respiratory
status (0403)
·
Frekuensi nafas normal
·
Irama pernafasan normal
(regular)
·
Perkusi dada
normal
(sonor)
·
Tidak dada
retriksi
dinding
dada
·
Tidak ada
dipsnue
·
Tidak ada
penggunaan
otot pernafan
2.
Respiratory
Patency (0410)
·
Dapat mengeluarkan
sekret
·
Tidak ada nafas
cuping hidung
·
Tidak ada
akumulasi
sekret di saluran nafas
·
Tidak ada
gasping
·
Tidak ada suara
nafas tambahan
3.
Respiratory
status
Gas
exchage (0402)
·
Nilai AGD
Normal
(Pao2,
PaCO2,
PH
·
Tidak ada
sianosis
·
Tidak ada
penurunan
kesadaran
|
3350
|
Monitor pernafasan
·
Kaji frekuensi pernafasan
dan pola pernafasan.
·
Perhatikan adanya apnea
dan perubahan frekuensi
jantung, tonus jantung,
tonus otot, dan warna kulit berkenaan
dengan prosedur atau perawatan.
·
Lakukan pemantauan
jantung dan pernafasan
yang kontinyu.
·
Berikan rangsangan taktil
yang segera (misal gosokan
punggung bayi) bila terjadi
apnea.
·
Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi.
Pencegahan aspirasi
·
Bersihkan saliva yang berlebih pada mulut bayi.
·
Posisikan bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan
gulungan pokok di bawah bahu untuk menghasilkan sedikit
Hiperektensi.
Terapi oksigen
·
Berikan oksigen sesuai indikasi (head box).
·
Monitor aliran oksigen (5-7 l/menit untuk head box).
|
2.
|
Ketidakefektifan
termoregolasi berhubungan dengan imaturitas kontrol suhu dan berkurangnya
lemak tubuh
(00008)
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan suhu tubuh klien
tetap Normal dengan kriteria hasil:
NOC
1.
Termoregulasi
(0800)
·
Berkeringat saat
deman
·
Tidak ada
perubahan
warna kulit
·
Tidak ada
·
hyper/hypotermia
·
Tidak terjadi
·
dehidrasi
·
Suhu tubuh
·
normal(360-370)
2.
Neurological
status (0909)
·
Tidak ada
penurunan
kesadaran
3. Tissue
perfusion:periferal
(0407)
·
Tidak teraba
panas/dingin
pada kulit
·
Elastisitas kulit
·
Tidak ada
sianosis
·
Tidak terjadi
gangguan
integritas kulit
4.Vital
sign
(0802)
·
Nadi Normal
·
Respirasi Normal
·
Suhu Normal
·
Hipertemi/hipotemi
tidak ada.
|
3900
|
Pengaturan suhu
·
Pertahankan suhu tubuh optimal dengan meminimalkan
pembukaan inkubator terlalu lama.
·
Kaji suhu dengan sesering mungkin.
·
Gunakan lampu pemanas selama prosedur.
·
Pasang alat monitor suhu inti secara kontinu, sesuai
kebutuhan.
·
Pertahankan kelembabab pada 50% atau lebih besar dalam
incubator.
·
Perhatikan adanya takipnea atau apnea, sianosis umum,
bradikardia, menangis buruk, atau latergi.
·
Berikan Dextrose
secara intravena, sesuai dosis yang dianjurkan.
|
3.
|
Ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan immaturitas
organ pencernaa (00002)
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nutrisi tubuh seimbang dengaia hasil kriter :
NOC
1.
Infan
nurtitional
status
(1020)
·
Nutrition intake
·
oral food intake
·
oral fluid intake
·
HB normal
·
Serum albumin
Normal
2.Nutrition
status:
(1004)
·
Berat badan
sesuai
·
Bayi tampak
aktif
·
Tidak ada tanda
dehidrasi/ overhidarasi
|
1120
1100
|
Terapi nutrisi
·
Berikan nutrisi sesuai kebutuhan bayi (pemberian ASI atau
pengganti ASI melalui NGT).
·
Pantau masukan dan pengeluaran. Hitung konsumsi kalori dan
elektrolit setiap hari (nutrisi parenteral).
Manajemen nutrisi
·
Mengkaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian
makan (misalnya: menghisap, menelan, dan batuk ).
·
Kaji berat badan dengan menimbang berat badan.
·
Kaji tingkat dehidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit,
berat jenis urine, kondisi membrane mukosa, dan fluktuasi berat badan.
·
Kaji tanda-tanda hipoglikemia: takipnea dan pernapasan
tidak tratur, apnea, letargi, fluktuasi suhu, dan diaphoresis. Pemberian
makan buruk, gugup, menangis nada tinggi, gemetar, mata terbalik, dan
aktivitas kejang.
|
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Asfiksia
neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan
mungkin meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih
lanjut.
Dari
etiologinya,asfiksia neonatorum bisa berasal dari banyak faktor,diantaranya:
a.
Faktor
ibu: hipoksia ibu,gangguan aliran darah uterus
b.
Faktor
plasenta: gangguan mendadak pada plasenta
c.
Faktor
fetus: kompresi umbilicus
d.
Faktor
neonatus: depresi pusat pernapasan bayi baru lahir
Tindakan
untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala
sisa yang mungkin muncul.
2.
SARAN
Setelah
pembaca mengetahui apa pengertian dan etiologi dari asfiksia neonatorum,diharapkan
pembaca bisa mengantisipasi terhadap terjadinya asfiksia neonatorum dan dapat
melakukan pencegahan serta memahami tindakan pengobatan yang dapat dilakukan
pada bayi dengan asfiksia neonatorum.
DAFTAR PUSTAKA
Ackley
BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis
Handbook an Evidence-Based Guide to Planning Care. United Stated of America
: Elsevier.
Agarwal
R, Ashish J, Ashok K, Deorari, Vinod KP. 2008. Post-Resuscitation Management of
Asphyxiated Neonates. Indian Journal of
Pediatrics : 75; 175-80.
Aurora
S, Snyder EY. 2004. Perinatal Asphyxia. In : Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark
AR eds. Manual of Neonatal Care 5th ed. Philadelphia
: Lippincott Williams & Wilkins; 536-55.
Azzopardi
DV, Brenda S, David E, Leight D, Henry LH, Edmund J, et al. 2009. Moderate
Hypothermia to Treat Perinatal Asphyxial Encephalopathy. The New England Journal of Medicine : 361 (14); 1349-58.
Berglund
S, Mikael N, Charlotta G, Hans P, Sven C. 2008. Neonatal Resuscitation After
Severe Asphyxia – A Critical Evaluation of 177 Swedish Cases. Acta Pediatric : 97; 714-9.
Bulecheck,
Gloria M, et all. 2008. Nursing
intervention Classification (NIC) Fifth Edition. USA: Mosbie Elsevier.
Carpenito, LJ.2007. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta : EGC
Departemen
Kesehatan RI. 2001. Standar Pelayanan
Kebidanan, Buku 1. Jakarta : Depkes RI
Departemen
Kesehatan RI. 2005. Manajemen Asfiksia
Bayi Baru Lahir untuk Bidan. Jakarta : Depkes RI.
Gathwala
G, Khera A, Singh J, Balhara B. 2010. Magnesium for Neuroprotection in Birth
Asphyxia. Jornal of Pediatric
Neurosciences : (5); 102-4.
Gregorio
HO, Rojas DM, Villanueva D, Jaime HB, Bonilla XS, Gonzales LT, et al. 2011.
Caffeine Therapy for Apnoea of Prematurity : Pharmacological Treatment. African Jornal of Pharmacy and Pharmacology
: 5(4); 564-71.
Hasan
R, Alatas H. 1985. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UI.
Ikatan
Apoteker Indonesia. 2012. Informasi
Sesialite Obat Indonesia volume 47. Jakarta : ISFI Penerbitan.
Karlsson
M. 2008. On Evaluation of Organ Damage in
Perinatal Asphyxia : an Experimental and Clinical Studi. Stockholm :
Departemen of Clinical Science and Education Sodersjukhuset.
Kosim
MS. 1998. Asfiksia Neonatorum dalam
Kumpulan Makalah Pelatihan Dokter Spesialis Anak dalam Bidang NICU untuk RSU
Kelas B Tingkat Nasional. Semarang : IAI.
Levene
M, Evans DJ. 2005. Hypoxic-Ischemic Brain Injury. In : Rennie JM eds.
Roberton’s Textbook of Neonatologi 4th ed. Philadelphia
: Elsevier Limited; 1128-48.
Majeed
R, Yasmeen M, Farrukh M, Naheed PS, Uzma DMR. 2007. Risk Factor of Birth
Asphyxia. J Ayub Med Coll Abbottabad
: 19(3); 67-71.
Mansjoer
A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
Moorhead,
Sue, et all. 2008. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Fourth Edition. USA: Mosbie Elsevier.
Moster
D, Lie RT, Markestad T. 2002. Joint
Association of Apgar Scores and Early Neonatal Symptoms with Minor Disabilities
at School Age. Arch. Dis. Child. Fetal Neonatal Ed : 86; 16-21.
NANDA
International. 2009. Nursing Diagnosis: Definition
and Classification 2009-2011. USA: Willey Blackwell Publication.
Nurarif
AH, Kusuma H. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis, NANDA, dan NIC-NOC. Yogyakarta :
Media Action.
Ongunlesi
TA, Fetuga MB, Adekanmbi AF. 2013. Mother’s Knowladge About Birth Asphyxia :
The Need to Do More!. Nigerian Journal of
Clinical Practice : 16(1); 31-6.
Pitsawong
C, Prisana P. 2011. Risk Factors Associated with Birth Asphyxia in
Phramongkutklao Hospital. Thai J of
Obstertrics and Gynaecology : 19; 165-71.
Volpe
JJ. 2001. Hypoxic-Ischemic Encephalopathy. In : Volpe JJ eds. Neurologi of the
newborn 4th ed. Philadelphia : WB.
Saunders Co; 217-394.
William
MG. 2004. Perinatal Asphyxia. Clin Evid : 12; 1-2.
Wintermark
P, Hansen A, Gregas MC, Soul J, Lebrecque M, Robertson RL, et al. 2011. Brain
Perfusion in Asphyxiated Nerborns Treated with Therapeutic Hypothermia. Am J Neuroradiol : 32; 2023-29.
EmoticonEmoticon