GEJALA ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA ANAK DAN PENANGANANNYA

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia akibat kekurangan zat besi untuk sintesis hemoglobin, dan merupakan defisiensi nutrisi yang paling banyak pada anak dan menyebabkan masalah kesehatan yang paling besar di seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Dari hasil SKRT 1992 diperoleh prevalens ADB pada anak balita di Indonesia adalah 55,5%. Komplikasi ADB akibat jumlah total besi tubuh yang rendah dan gangguan pembentukan hemoglobin (Hb) dihubungkan dengan fungsi kognitif, perubahan tingkah laku, tumbuh kembang yang terlambat, dan gangguan fungsi imun pada anak.

Prevalens tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi, awal masa anak, anak sekolah, dan masa remaja karena adanya percepatan tumbuh pada masa tersebut disertai asupan besi yang rendah, penggunaan susu sapi dengan kadar besi yang kurang sehingga dapat menyebabkan exudative enteropathy dan kehilangan darah akibat menstruasi.

Manifestasi Klinis
  • Pucat yang berlangsung lama tanpa manifestasi perdarahan
  • Mudah lelah, lemas, mudah marah, tidak ada nafsu makan, daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, serta gangguan perilaku dan prestasi belajar
  • Gemar memakan makanan yang tidak biasa (pica) seperti es batu, kertas, tanah, rambut
  • Memakan bahan makanan yang kurang mengandung zat besi, bahan makanan yang menghambat penyerapan zat besi seperti kalsium dan fitat (beras, gandum), serta konsumsi susu sebagai sumber energi utama sejak bayi sampai usia 2 tahun (milkaholics)
  • Infeksi malaria, infestasi parasit seperti ankylostoma dan schistosoma.
  • Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh keluarga.
  • Bila kadar Hb <5 g/dL ditemukan gejala iritabel dan anoreksia
  • Pucat ditemukan bila kadar Hb 14.5% pada defisiensi besi, bila RDW normal (<13%) pada talasemia trait.
  • Ratio MCV/RBC (Mentzer index) » 13 dan bila RDW index (MCV/RBC xRDW)
    220, merupakan tanda anemia defisiensi besi, sedangkan jika kurang dari 220 merupakan tanda talasemia trait.
  • Apusan darah tepi: mikrositik, hipokromik, anisositosis, dan poikilositosis.
  • Kadar besi serum yang rendah, TIBC, serum ferritin <12 ng/mL dipertimbangkan sebagai diagnostik defisiensi besi
  • Nilai retikulosit: normal atau menurun, menunjukkan produksi sel darah merah yang tidak adekuat
  • Serum transferrin receptor (STfR): sensitif untuk menentukan defisiensi besi, mempunyai nilai tinggi untuk membedakan anemia defisiensi besi dan anemia akibat penyakit kronik
  • Kadar zinc protoporphyrin (ZPP) akan meningkat
  • Terapi besi (therapeutic trial): respons pemberian preparat besi dengan dosis 3 mg/kgBB/hari, ditandai dengan kenaikan jumlah retikulosit antara 5–10 hari diikuti kenaikan kadar hemoglobin 1 g/dL atau hematokrit 3% setelah 1 bulan menyokong diagnosis anemia defisiensi besi. Kira-kira 6 bulan setelah terapi, hemoglobin dan hematokrit dinilai kembali untuk menilai keberhasilan terapi.
Pemeriksaan penunjang tersebut dilakukan sesuai dengan fasilitas yang ada.
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO: 
  • Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
  • Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata 31% (N: 32-35%)
  • Kadar Fe serum <50 µg/dL (N: 80-180 µg/dL)
  • Saturasi transferin <15% (N: 20-50%)
Kriteria ini harus dipenuhi, paling sedikit kriteria nomor 1, 3, dan 4. Tes yang paling efisien untuk mengukur cadangan besi tubuh yaitu ferritin serum.
Bila sarana terbatas, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
  • Anemia tanpa perdarahan
  • Tanpa organomegali
  • Gambaran darah tepi: mikrositik, hipokromik, anisositosis, sel target
  • Respons terhadap pemberian terapi besi
Penanganan
Mengetahui faktor penyebab: riwayat nutrisi dan kelahiran, adanya perdarahan yang abnormal, pasca pembedahan.
  • Preparat besi. Preparat yang tersedia ferous sulfat, ferous glukonat, ferous fumarat, dan ferous suksinat. Dosis besi elemental 4-6 mg/kgBB/hari. Respons terapi dengan menilai kenaikan kadar Hb/Ht setelah satu bulan, yaitu kenaikan kadar Hb sebesar 2 g/dL atau lebih. Bila respons ditemukan, terapi dilanjutkan sampai 2-3 bulan.
  • Komposisi besi elemental:
    Ferous fumarat: 33% merupakan besi elemental
    Ferous glukonas: 11,6% merupakan besi elemental
    Ferous sulfat: 20% merupakan besi elemental
  • Transfusi darah. Jarang diperlukan, hanya diberi pada keadaan anemia yang sangat berat dengan kadar Hb <4g/dL. Komponen darah yang diberi PRC.
Pencegahan
Pencegahan primer
  • Mempertahankan ASI eksklusif hingga 6 bulan
  • Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun
  • Menggunakan sereal/makanan tambahan yang difortifikasi tepat pada waktunya, yaitu sejak usia 6 bulan sampai 1 tahun
  • Pemberian vitamin C seperti jeruk, apel pada waktu makan dan minum preparat besi untuk meningkatkan absorbsi besi, serta menghindari bahan yang menghambat absorbsi besi seperti teh, fosfat, dan fitat pada makanan.
  • Menghindari minum susu yang berlebihan dan meningkatkan makanan yang mengandung kadar besi yang berasal dari hewani
  • Pendidikan kebersihan lingkungan
Pencegahan sekunder
  • Skrining ADB
  • Skrining ADB dilakukan dengan pemeriksaan Hb atau Ht, waktunya disesuaikan dengan berat badan lahir dan usia bayi. Waktu yang tepat masih kontroversial. American Academy of Pediatrics (AAP) menganjurkan antara usia 9–12 bulan, 6 bulan kemudian, dan usia 24 bulan. Pada daerah dengan risiko tinggi dilakukan tiap tahun sejak usia 1 tahun sampai 5 tahun.
  • Skrining dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan MCV, RDW, feritin serum, dan trial terapi besi. Skrining dilakukan sampai usia remaja.
  • Nilai MCV yang rendah dengan RDW yang lebar merupakan salah satu alat skrining ADB
  • Skrining yang paling sensitif, mudah dan dianjurkan yaitu zinc erythrocyte
    protoporphyrin (ZEP).
  • Bila bayi dan anak diberi susu sapi sebagai menu utama dan berlebihan sebaiknya dipikirkan melakukan skrining untuk deteksi ADB dan segera memberi terapi.
  • Suplementasi besi. Merupakan cara paling tepat untuk mencegah terjadinya ADB di daerah dengan prevalens tinggi. Dosis besi elemental yang dianjurkan:
  • Bayi berat lahir normal dimulai sejak usia 6 bulan dianjurkan 1 mg/kg BB/hari
    – Bayi 1,5-2,0 kg: 2 mg/kgBB/hari, diberikan sejak usia 2 minggu
    – Bayi 1,0-1,5 kg: 3 mg/kgBB/hari, diberikan sejak usia 2 minggu
    – Bayi <1 kg: 4 mg/kgBB/hari, diberikan sejak usia 2 minggu
    – Bahan makanan yang sudah difortifikasi seperti susu formula untuk bayi dan makanan pendamping ASI seperti sereal.
Sumber: www.jurnalpediatri.com


EmoticonEmoticon