Gambar Diakses dari: www.jantungkoroner.org
Gangguan fungsi ginjal merupakan salah satu permasalahan utama kesehatan masyarakat Indonesia. Saat ini diperkirakan 25 Juta penduduk Indonesia mengalami gangguan fungsi ginjal karena hipertensi dan diabetes. Pertumbuhan kasus ginjal kronik stadium akhir di Indonesia mencapai 2000 kasus baru/tahun.
Dari 70,000 kasus ginjal tahap akhir di Indonesia, 10% diantaranya menjalani hemodialisa. Sampai tahun 2010 baru sekira 600 kasus yang menjalani transplantasi ginjal. Diperkirakan masih jauh lebih banyak lagi masyarakat yang memerlukan tindakan transplantasi ginjal maupun dialisis di Indonesia pada saat ini.
Sejak Juni 2013 lalu, sebanyak 14 rumah sakit telah menyatakan komitmen serta kesiapannya untuk melakukan transplantasi ginjal secara komprehensif. “Namun, upaya penanganan kasus ginjal kronik melalui transplantasi ginjal selama ini masih banyak hambatan, juga pada perkembangannya masih sangat terbatas di Indonesia. Keterbatasan ini disebabkan dua hal yaitu regulasi dan pembiayaan,” ungkap Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan, dr. Chairul Radjab Nasution, Sp.PD, K-GEH, FINASIM, FACP, M.Kes dalam acara Workshop “Membangun Komitmen RS Pusat Transplantasi Ginjal” Kamis, (11/12) di Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Cilandak Jakarta.
Pada kesempatan ini, dr. Chairul juga menyampaikan bahwa dari sisi regulasi, lambannya pengembangan transplantasi ginjal di Indonesia disebabkan aturan operasional terkait cangkok ginjal masih perlu dikembangkan kembali. Pasal 64 UU Kesehatan no 36/2009 mengatur bahwa larangan jual beli organ dengan dalih apapun. “Hal ini berpengaruh pada keterbatasan donor yang didapat. Donor organ ginjal di Indonesia hingga saat ini masih sangat terbatas yakni sekira 15 donor/tahun dan itupun harus donor hidup. Oleh karenanya kesiapan seluruh peraturan dan kebijakan yang mendukungnya menjadi sangat penting untuk segera dipenuhi,” tambahnya dihadapan peserta yang terdiri dari direktur dan tenaga medis dari 14 rumah sakit pembuat komitmen RS Pusat Transplantasi Ginjal. Begitu pula dari sisi pembiayaan, tingginya biaya transplantasi ginjal di Indonesia seringkali dianggap penyebab enggannya masyarakat untuk melakukan transplantasi ginjal. Padahal mayoritas pasien kasus ginjal kronis selama ini telah ditanggung pemerintah. Dengan sistem JKN, pemerintah telah menjamin biaya hemodialisa maupun transplantasi ginjal sesuai dengan Permenkes 59 tahun 2014. “Tarif INA CBGs untuk prosedur transplantasi ginjal adalah sebesar 250 juta rupiah. Sedangkan untuk hemodialisa termasuk kategori rawat jalan dengan tarif INA CBGs berbeda- beda di setiap regional sesuai kelas RS. Tarif INA CBGs berkisar antara 2.209.976 pada prosedur dialisis RS Rujukan Nasional hingga 812.107 pada RS kelas D regional I,” lengkapnya.
Dibalik berbagai macam tantangan dalam meningkatkan kualitas penanganan ginjal kronik di Indonesia, diharapkan rumah sakit memiliki komitmen tinggi dalam penanganan Ginjal Kronik. Rumah sakit yang menjadi pionir terdepan dalam menjalankan transplantasi ginjal secara komprehensif di Indonesia. “Oleh karena itu besar harapan saya, 14 Rumah Sakit yang telah berkomitmen terus mengedepankan penanganan penyakit ginjal kronis melalui Transplantasi sebagai prioritas pengembangan rumah sakit,” tutupnya. ***
**Berita ini disiarkan oleh Bagian Hukormas, Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon : 021-5277734 atau alamat e-mail :humas.buk@gmail.com.
***sumber:http://www.pjnhk.go.id --(Pusat Jantung Nasional Harapan Kita)
EmoticonEmoticon